Nasib dan Pikiran Negatif

Nasib dan Pikiran Negatif | M. Aqil Baihaqi

Saat kita kecil, kita seakan tidak pernah memperdulikan perkataan orang lain. Bahkan ketika seseorang melarang kita, kita tidak akan menghiraukan dan tetap melakukan apa yang kita yakini. Meskipun larangan itu berasal dari ayah, ibu, kakak kita, keluarga kita, dan orang-orang di sekitar kita. Kita tak memperdulikan karena kita berpikir dan meyakini apa yang kita lakukan adalah benar. Selain karena rasa penasaran kita yang masih tinggi. Hal itu membuat kita berani melakukan hal yang orang lain larang. Walaupun sebenarnya memang hal itu berbahaya, hanya saja karena pikiran kita yang masih positif dan keyakinan terhadap diri kita masih tinggi, sehingga kita tetap ingin melakukannya meski dilarang.  

            Seiring bertambahnya usia, kita seakan mulai mudah terpengaruh oleh lingkungan sekitar. Hal-hal yang negatif seolah semakin mudah merasuk ke dalam diri. Akhirnya, membuat  kita yang berpikiran positif menjadi berpikiran negatif. Hal ini seakan membuat kepercayaan pada apa yang kita ingin lakukan menjadi melemah. Sehingga saat kita mempunyai sebuah impian, kita akan menyerah bahkan sebelum melakukan langkah pertama.

            Ketika kita ingin mencapai sebuah prestasi yang lebih baik, mendapatkan pekerjaan yang lebih baik dari saat ini, meningkatkan pengetahuan dan keahlian yang kita miliki, dan masih banyak lagi. Ketika kita gagal berkali-kali saat melakukan hal tersebut. Lalu datang anggapan dari orang lain bahwa untuk apa masih melakukan hal tersebut yang pada akhirnya hanya berakhir pada kegagalan dan kesia-siaan. Semua hal yang terjadi pada masa lalu dan pendapat dari orang sekitar, semakin membuat kita berpikiran negatif.

            Semua hal itu membuat kita beranggapan hanya sedikit hal yang mampu merubah masa dpan kita. Sehingga semakin membuat kita pasif dan bersikap pasrah menerima segala yang diterima. Pengalaman-pengalaman buruk yang sering dialami membuat beberapa orang pasrah akan keadaan dan membuatnya berpikiran negatif bahkan sebelum melakukan sebuah tindakan. Mereka beranggapan bahwa semua yang dilakukan hanya akan menghasilkan kesia-siaan sehingga dalam pikiran mereka, tidak ada lagi hal yang dapat dilakukan.

            Akibat dari hal tersebut bermunculan dalam benak perasaan tidak berdaya dan dalam pikiran mulai terngiang-ngiang sebuah ucapan “Nasib Saya Buruk”. Hal tersebut semakin membuat dan menarik pikiran-pikiran negatif lainnya. ini hanyalah sebuah alasan yang dihadirkan oleh orang-orang yang tidak bertanggungjawab dan  lari dari kenyataan.

            Sebuah keberhasilan memang tentu membutuhkan sebuah nasib baik, tetapi hal itu hanya sebagian kecil dari bagian keberhasilan itu sendiri. Sebagian orang berpendapat bahwa nasib baik telah digariskan bahkan sejak orang tersebut lahir, dan sebagian lainnya bernasib buruk. Seolah-olah nasib baik adalah sebuah ketetapan Allah yang sudah tidak dapat diubah kembali.

            Mereka seakan lupa bahwa dibalik sebuah nasib baik yang menghasilkan sebuah keberhasilan, ada kerja keras, doa, dukungan dari orang lain, bahkan cemoohan dari orang lain terhadap  ide kita yang menurut orang lain mustahil terwujud.

            Pernahkah kita mendengar orang berkata nasibnya buruk, atau bahkan kita sendiri yang melakukannya. Menurut saya nasib buruk bukanlah sebuah takdir, itu hanyalah hasil pikiran kita yang negatif. Ketika kita berpikiran negatif maka hal-hal negatif turut menghampiri. Toh seandainya hal buruk terjadi pada kita, tentu ada hikmah dibaliknya. Oleh karena itu mulailah untuk menciptakan nasib baik dengan mulai berpikiran positif.